PORTAL KHATULISTIWA

Terdepan Dalam Informasi

Kurikulum Merdeka Belajar Bablas ! Banyak Mendapat Sorotan dan Kritik Tajam Akibat Ditemukan Karya Beradegan Cabul dan Vulgar

KHATULISTIWA | Jakarta

Program Sastra Masuk Kurikulum, Merdeka Belajar dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Nadiem Makarim mendapat sorotan dan kritikan tajam. Lantaran ditemukan banyak karya sastra beradegan cabul dan vulgar direkomendasikan secara resmi menjadi bacaan anak-anak di sekolah.

Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali mengungkapkan, dari hasil penelitiannya ditemukan adegan cabul yang mengumbar narasi seksualitas dan persenggamaan. Hal ini sangat tidak layak masuk kurikulum pendidikan nasional.

“Nadiem harus menghentikan kecerobohan ini. Pemerintah harus menjaga keadaban manusia melalui pendidikan kemanusiaan yang adil dan beradab,” kata Ahmad Rizali dalam siaran pers, Selasa (28/5).

Dalam Program Sastra Masuk Kurikulum, Kemdikbud Ristek membuat rekomendasi sejumlah karya sastra sebagai bacaan guru dan anak-anak sekolah.

Namun ironinya, ungkap Rizali, ternyata banyak karya sastra murahan yang mengumbar adegan seksualitas dan persenggamaan dimasukkan secara resmi sebagai bahan bacaan yang direkomendasikan.

Salah satu contohnya adalah cerpen berjudul Rumah Kawin yang ditulis Zen Hae. Cerpen ini terbit pada tahun 2004.

Pada halaman 48 cerpen tersebut terdapat kata dan frasa seperti “Batang “zak…” Mamat Jago yang serupa ikan “….” terasa menekan “selang….” Sarti.”

Lalu halaman 47 ada kalimat, “Tangannya terus meremasi’ dan ‘Sarti dan menyorongkan mulut monyongnya….ke….”

Halaman 58 ada kalimat, “Ia membaringkan Sarti di ranjang” dan seterusnya menggambarkan aktivitas seksualitas.


Rizali menegaskan panduan yang dibuat Kemdikbud Ristek dalam Program Sastra Masuk Kurikulum tersebut termasuk dalam kategori pelanggaran norma kesusilaan, karena telah mengumbar persenggamaan melalui tulisan.

Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang jelas mengatur masalah ini dan melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

“NU Circle minta program ini harus dihentikan dan dibuat secara lebih beradab dan lebih profesional,” Rizali menegaskan.

Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mendefinisikan pornografi adalah gambar, sketsa, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat

Pasal 4 ayat 1 tegas menyebutkan larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak.

“Kebijakan Kemdikbud Ristek yang bebas merdeka melakukan apa saja, termasuk memasukkan pendidikan ketidakberadaban dalam Kurikulum Merdeka jelas justru membahayakan moralitas generasi bangsa,” ujar Rizali.

Karena itu, Rizali mendesak pemerintah lebih fokus memerangi kebodohan literasi dan numerasi ini dengan menerbitkan Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden tentang Peningkatan Mutu Literasi dan Numerasi Pendidikan Dasar dan Menengah. (pbc)