PORTAL KHATULISTIWA

Terdepan Dalam Informasi

120 Ragam Ukir Tampil Dalam Festival Pesona Minangkabau 2022

Foto : Git

KHATULISTIWA | Batusangkar, Tanah Datar

Seni ukir adalah salah satu bentuk cipta manusia menghargai keindahan. Tidak banyak orang yang mampu menggeluti bidang ini. Bisa dikatakan tinggal segelintir orang yang mampu dan masih menggelutinya. Tentu tidak sembarang orang bisa menjalani profesi ini. Selain bakat, juga dituntut keuletan dan ketrampilan yang tidak bisa diperoleh secara instan. Kemauan untuk maju dan selalu mengasah keterampilan akan terlihat dari hasil karyanya.

Ada sekitar 120 ragam ukir Minangkabau yang semuanya mengandung arti dan peruntukan masing-masing. Semisal ada Ukiran Aka Cino Sagagang adalah induk dari segala ukiran yang memiliki arti sebagai penghulu dari segala ukiran. Adapula Aka Cino Duogagang, Sikumbang Manih, Kaluak Paku, Rajo Tigo Selo dan lain sebagainya.

Di Festival Persona Minangkabau 2022 yang merupakan acara puncak dari Festival 14 Nagari yang bertema Satu Nagari Satu Event, bisa kita dapati ada stand pengukir Sutan Gurbano asli Minangkabau yang hasil karyanya bisa kita lihat di sebuah rumah gadang yang indah di desa Gudam, berdekatan dengan batu prasasti Adityawarman di Pagaruyung. Rumah gadang ini bangun tahun 1998 dan selesai 2 tahun kemudian pada tahun 2000.

Da Oyon, sapaan akrabnya adalah salah satu yang masih tersisa dan masih eksis hingga saat ini. Dia tidak segan-segan menerangkan tentang ukiran Minangkabau yang dikuasainya. Ditambah kata-kata arif bijaksana dalam peribahasa adat istiadat Minangkabau.

“Anak-anak muda sekarang segalanya ingin instant,” Ujar Da Oyon di pertengahan obrolan kami. 

“Sudah gak ada yang mau mendalami seni ukir lagi, karena memang tidak mudah dan jasa hasil jerih payah dalam membuat ukiran, tidak bisa langsung didapat.

Tidak banyak orang lagi yang mempunyai keinginan mempunyai ukiran seperti keinginan mempunyai ukiran Bali atau Jepara misalnya menjadikan salah satu kendala mengapa seni ukir Minangkabau semakin hari semakin sepi peminat dan lambat laun menuju kepunahan,” terang Da Oyon.

Selanjutnya Da Oyon menjelaskan mengapa pula ukiran pada Istano Basa Pagaruyung bukan menerapkan ukiran asli Pagaruyung salah satu penyebab juga semakin ditinggalkan seni ukir asli Pagaruyung.

“Jaman sebelum pandemi COVID-19, mungkin masih ada satu dua pesanan dari Negeri Sembilan, tapi sekarang tidak lagi. Tidak mungkin juga harus berharap dari negeri orang, tetapi di negeri sendiri tidak juga dilirik. Kalau seni ukir Pagaruyung tidak lagi bisa tumbuh dan akhirnya mati suri, ditambah tidak ada lagi pembangunan atau perbaikan rumah gadang, tidak mungkin suatu saat nanti, anak cucu kita akan melihat betapa indahnya seni ukir dan bangunan di rumah gadang negari orang, bukan di pusat kerajaan Minangkabau yaitu Pagaruyung,” Pungkas Da Oyon menambahkan.

Perlu adanya langkah konkrit untuk menghidupkan lagi seni ukir di ranah Minangkabau, salah satu contohnya dengan menggalakkan mata pelajaran seni ukir di sekolah menengah dan kejuruan. Juga dikegiatan karang taruna. Marilah kita hidupkan lagi seni ukir kebanggaan kita, seni ukir Minangkabau. (git)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini