PORTAL KHATULISTIWA

MENCERAHKAN

Usai Pembatalan UKT, DPR Juga Tolak dan Tidak Sepakat Jika Skema Loan Solusi Jangka Panjang Pembiayaan Pendidikan Tinggi

KHATULISTIWA | Jakarta

Presiden Joko Widodo meminta biaya uang kuliah tunggal (UKT) batal naik tahun ini. Keputusan itu dibuat setelah menerima laporan dari Mendikbudristek Nadiem Makarim di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5) kemarin.

DPR mendesak pemerintah segera merumuskan kebijakan jangka panjang, khususnya soal pengelolaan anggaran untuk memastikan layanan pendidikan dari tingkat dasar hingga tinggi bisa terjangkau dan berkualitas.

“Kami berharap keputusan pembatalan UKT ini diikuti dengan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, bukan sekadar kebijakan jangka pendek yang bersifat instan seperti skema student loan,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5).

Student Loan adalah program pinjaman pendidikan tinggi untuk mahasiswa. Dalam skema ini, mahasiswa diberi pinjaman untuk membayar uang kuliah. Mahasiswa membayar pinjaman setelah lulus dan mulai bekerja. Konsep ini diterapkan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, hingga Korea Selatan.

Terhadap kredit mahasiswa menegaskan, Syaiful tidak sepakat jika pemerintah menjadikan skema pinjaman biaya pendidikan ini sebagai solusi jangka panjang pembiayaan pendidikan tinggi di Indonesia. Karena solusi itu tetap membebankan biaya pendidikan kepada mahasiswa maupun orang tua.

“Harus dipastikan terlebih dahulu soal alokasi 20 persen APBN untuk menopang biaya layanan pendidikan di Indonesia. Jika tidak ada solusi lain student loan bisa dijadikan sebagai opsi terakhir,” ujar Syaiful.

Keputusan pembatalan UKT, ia menambahkan, merupakan sikap rasional yang diambil oleh pemerintah. Harus diakui kenaikan UKT di sejumlah PTN terlalu tinggi dan bisa dipastikan akan memberatkan peserta didik.

“Kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri rata-rata naik 100 persen hingga 300 persen,” ujarnya.

Menurut Syaiful, langkah pemerintah mendorong PTN menjadi Badan Hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga merupakan langkah ideal. Namun langkah tersebut bisa jadi bumerang ketika otoritas penggalangan dana dari pihak ketiga itu dimaknai pengelola PTN sebagai legitimasi untuk mencari dana dari orang tua mahasiswa melalui skema UKT.

“Maka pemerintah lebih baik mengoptimalkan pengelolaan anggaran 20 persen dari APBN untuk dana pendidikan. Tahun 2025, anggaran pendidikan akan ada di kisaran Rp 708 triliun-Rp 741 triliun,” Syaiful menegaskan. (del)